Dwi Amalia Rahmadhani
# Indah Mawar Dika




            Bentangan canvas biru indah diudara yang tertutup kegelapan malam terindahkan dengan sorotan indah purnama bulan. Malam itu angin malam berhembus tenang membiarkan helai demi helai rambut hitam panjang ini tersapu lembut ke udara hingga ku terhanyut kedalam kesyahduan indah malam itu.

“Berhati-hatilah ketika berjalan , jika tidak bukan hanya diriku yang akan kau tabrak malam ini.”

Hentakan seorang pria bertopi yang membuatku tersadar itu memecahkan ketenanganku.
           
“Maaf, maafkan aku !” ucapku sambil menundukkan kepalaku.

Seketika kuangkat kepalaku, berusaha menatap wajah itu untuk meyakinkan bahwa ia memaafkanku. Tetapi wajah itu, aku mengenal wajah itu. Yaah sebuah wajah yang tak asing bagiku.
            “Rio” kata itu keluar begitu saja dari bibir mungil ini.

Namun pria itu tak menghiraukanku dan langsung pergi meninggalkanku didepan kincir angin taman hiburan ini. Namun rasa menggebu didalam hatiku terus saja berkecambuk seakan terus saja memikirkan sosok laki-laki yang ku temui tadi. Sungguh aku mengenal sosok itu, tetapi topi yang ia gunakan membuatku tak bisa melihat jelas wajah pria itu dan perasaan itu sungguh mengganggu kerja otakku. Akhirnya akupun memutuskan untuk pulang , sebelum pikiranku semakin kacau dan sebelum semakin banyak orang yang akan ku tabrak lagi malam ini. Lagi pulaa arloji merah ditangan mungil ini sudah menunjukkan pukul 00.56 yang mengartikan bahwa sekarang sudah larut malam dan taman hiburan ini akan segera ditutup.

***


Sore itu kutatap lagi canvas biru diatas kepalaku.

“Hey langit, kenapa kau berwarna gelap? Kenapa kau tak seindah hari kemarin, apakah hatimu sedang bersedih hingga kau mengganti warna cerahmu dengan kegelapan itu? Ayo katakanlah padaku.”

Akupun mulai melangkahkan kakiku untuk berkeliling pusat kota, walau ku tahu bahwa sore itu cuaca kota sedang mendung. Dan ketika kaki ku terlangkah disudut taman kota, butir-butir keindahan itupun terjatuh satu demi satu diatas kepalaku.

            “Hujaaaaaan” ucapku sambil menegakkan kepalaku kelangit.

Lalu akupun memutuskan untuk masuk kedalam taman kota yang dalam keadaan tidak terlalu ramai itu. Yaah, mungkin karna cuaca sore ini sedang tidak bagus hingga tempat ini terasa sepi.

Akupun melangkahkan kakiku sambil menghitung petak demi petak lapisan marmer yang menghiasi lantai taman ini.

“ Satu..duaa..tigaa..empaat..limaa..”

Akupun terus menghitung petak demi petak rangkaian marmer tersebut hingga pada hitungan kedua puluh langkah ku pun terhenti,

            “ Sembilan belas.. Dua puluuh..”

Akupun mengangkat kepalaku, terlihat sebuah ayunan tua di hadapanku. Tanpa pikir pajang akupun membiarkan tubuhku terayun diatas ayunan tua ini. Aku memejamkan mata dan menyandarkan kepalaku di besi ayunan. Pikiranku terhanyut kembali pada kenangan 10 tahun yang lalu. Tempat ini, ditaman ini dan diayunan tua inilah, tempat dimana aku dan Rio biasa menghabiskan waktu kami berdua. 10 tahun yang lalu, kenangan tentang sebuah persahabatan indah menghanyutkan kembali anganku hingaa membuat ku tak sadar membiarkan butiran-butiran bola kristal itu mengalir dari mata kecil ini.
           
            “Hei, bukankah besok adalah hari ulang tahunmu? Apakah kau tak merindukanku?” teriakku.

Akupun menyeka air mataku dan memilih untuk menikmati keindahan hujan kala itu. Ku ayun kencang ayunanku tanpa perduli seberapa deras hujan kala itu, yang ku tahu aku menyukai saat ini. Aku mengigit kecil bibirku dan memejamkan mataku sambil menikmati butiran-butiran air yang berjatuhan diatas wajahku.

            Disudut taman, ada sesosok pria bertopi yang mengamatiku dari kejahuan tanpa ku sadari. Sosok berparas tampan, berbadan tinggi dengan jaket hujan berwarna biru tua dan tak lupa topi yang selalu ia pakai yang begitu menghalangiku untuk melihat wajah pria itu ia terus saja mengamatiku.

“Hey nona, apakah kau sudah gila mengayunkan ayunan dengan sekencang itu disaat hujan deras begini ? “ Bentaknya

                Aku menatapnya kaget. Yaa benar, dia pria bertopi yang hampir ku tabrak ditaman hiburan tadi malam.

“Kau ?” tanyaku mencoba menyakinkan diri

“Pakailah jaket dan payung ini . Lalu segeralah pulang, jangan lagi melakukan hal bodoh seperti ini. Kalau tidak kau akan sakit dan bertambah gila.” Ucapnya dan kemudian melangkah pergi meninggalkanku.

“Hey pria angkuh, berhenti !” Ucapku

Pria itupun menghentikan langkahnya meskipun ia tetap berada dalam posisi membelakangiku.

“Terima kasih banyak untuk payung dan jaket ini, tetapi ambillah saja ini. Aku tak membutuhkannya”

“Berhentilah menyakiti dirimu, kau bukanlah seorang wanita kecil seperti 10 tahun yan lalu.” Ucapnya , lalu kembali melanjutkan langkah kakinya

            “Kauu .. ?” ucapku terdiam sambil terus memandangi kepergiannya.

****

“Hujan ini benar benar membuat badanku mengigil “ Kataku dalam hati sambil merapatkan jaket tebal kecoklatan milik pria itu.

Akupun berjalan menuju pusat kota . Pandanganku tertuju pada sebuah cafe coffee di sebrangku. Sebuah meja kecil berhiaskan tulisan “saranghae” di atas meja kecil cafe itu berhasil menarik perhatianku. Aku duduk didekat jendela kaca agar ku bisa menikmati hidangan coffee dan hujan saat itu .

“Cappucino bubble satu “ Kataku pada seorang pelayan.

Tak lama kemudian pesananku datang,
“Cappucino bubble special dari cafe saranghae , silakan dinikmati” Kata seorang pelayan bertopi sambil membungkukan badannya mempersilakan aku untuk meminumnya.

“Terimakasih” balasku sambil tersenyum.

Sesaat setelah aku menikmati coffe hangat ini, pikirankupun tersadar.

Topi itu ? bukankah dia adalah pria itu? Pelayan ituu..

“Hey lelaki angkuh, berhenti !” teriakku yang membuat semua orang berbalik menatapku. Tetapi pria itu tak meperdulikanku sama sekali dan tetap berjalan pergi meninggalkanku.

Akupun bergegas melangkah berusaha mencari-cari pria itu lagi.

            “Permisi, boleh aku bertanya?” ucapku pada seorang pelayan wanita di caffe itu.

            “Iya nona, apakah ada yang bisa saya bantu?”

            “Apakah anda melihat seorang pelayan bertopi yang telah mengantarkan pesanan kemeja ku tadi?”

            “Ohh, pria itu. Bukankah dia adalah tunanganmu nona. Ia meminjam sebuah seragam milik pegawai dicaffe ini, katanya ia ingin memberika sebuah kejutan kepada kekasihnya.”

            “Tunanganku ? Lalu dimana pria itu sekarang ?”

            “Dia hanya menitipkan sebuah surat ini untuk nona”

                                                Kincir angin, pukul 00.00 malam nanti
                                                Jangan lupa membawa kado untukku,
                                                kau mengerti ?



            “Nonaa, anda baik-baik saja ? “ ucap pelayan itu yang memecah lamunanku.

            “Yaah, aku baik-baik saja. Terimakasih .” balasku

******


Hujanpun berangsung mereda, waktu sudah menunjukkan pukul 23.40 malam saat itu. Dan pikiranku masih saja dibingunggkan dengan sebuah catatan kecil disurat ini.

            Kincir angin, malam nanti ? Membawa kado ? Apa maksud pria ini? Dimana kincir angin dapat ditemukan dikota ini? Lalu untuk apa aku membawa kado untunya? ” lamunku.

            “Hey nona, hati-hati. Kau hampir saja menabrakku.” Ucap seorang pria yang hampir tertabrak oleh ku.

            “Kincir angin ? Malam ituu.. berarti. Lalu kado,  Riooo ..? Laki-laki ituu. Akankah .. ” Seketika akupun tersadar dengan semua ini.

Alrloji kupun telah menunjukkan pukul 00.00 tepat malam ini,

            “Tidaak, aku harus cepat!”

Akupun langsung menghentika sebuah taksi dan mengarahkan pengemudi itu menuju taman hiburan tempat aku dan pria itu bertemu malam kemarin,

            “Tuan, bisakah kau mempercepat laju mobilmu ?” ucapku sambil menatap arlojiku yang sudah menunjukkan pukul 00.20 malam itu.

            “Baiklah nona.”

Tak lama kemudian mobil taksi yang ku tumpangi ini pun terhenti, tetapi ini bukanlah tempat yang kutuju.

            “Ada apa tuan? Kenapa kau berhenti ?” tanyaku

            “Ada kecelakaan didepan nona, jadi kita harus memutar lagi jalurnya. Jika tidak kita akan tejebak kemacetan yang cukup lama disini.”

Hatikupun semakin aruk-arukan tak menentu,

******


Pukul 01.00 tengah malam, gerbang taman hiburan ini pun telah terkunci yang menandakan bahwa taman hiburan ini telah ditutup.

            “Tidaaak !” Aku harus masuuk, seseoraang tolong bukakan gerbang ini.” Teriakku kesal.

Akupun duduk tertungkup, sambil menangis. Dan kemudian tiba-tiba,

            “Hey gadis bodoh, kenapa kau menangis?” Ucap seorang pria dari arah belakangku.

Tanpa pikir panjang akupun langsung berlari dan memeluknya, karna suara ituu. Yaah, aku mengenali suara itu. Itu adalah suara Rio.

            “Aku merindukanmu.” Ucapku sambil tetap memeluknya.

            “Gadis bodoh ! kau kira aku tak merindukanmu” ucapnya sambil tertawa kecil

            “Dasarkau !” ucapku sambil tertawa dan tetap memeluknya

            “Hey nona, apakah kau akan memelukku hingga pagi nanti. Aku tak bisa bernafas dengan normal karna pelukanmu ini.”

Akupun melepaskan pelukkanku, dan memukul kepala Rio.
           
            “Dasar bodoh .”

            “Hey, bukankah itu kata-kata milikku ?” ucap Rio yang kemudian berlari mengejarku yang telah duluan berlari meninggalkannya.

*****

            “Hey , apakah kau masih akan terus berlari ?” Teriak Rio padaku yang sudah berlari duluan didepannya.

            “Ikuti saja aku.” Jawab ku.

Kami terus berlari,  hingga akhirnya langkah kaki kupun terhenti di hadapan dua ayunan tua didalam taman kota.           

            “Ternyata kesini kau membawaku.” Ucap Rio sambil tertawa.

Lalu Rio pun duduk di ayunan tua disebelahku, persis seperti kenangan 10 tahun yang lalu. Lalu kamipun mengayunkan ayunan kami dengan sekencang-kencangnya, membiarkan tubuh kami terhanyut bersama hembusan angin malam sambil menghadap ke canvas bertabur cahaya bintang.

Akupun menghentikan ayuanan besi tua milikku,

            “Apakah kau akan kembali lagi ke Jerman?” Apakah itu artinya kau akan meninggalkanku lagi ?” tanya ku

Riopun hanya diam dan tetap memandang langit seraya menikmati ayunan pelan besi tua itu. Lalu akupun tertunduk, rasanya semua kebahagiaan yang baru saja kurasakan terhapus ketika aku mengetahui bahwa Rio akan kembali meninggalkanku.

            “Hey, kenapa kau bersedih ?” ucap Rio yang entah kapan sudah berlutut dihadapanku.

            “Apakah kau akan kembali ?”

Rio tak menjawabnya,

            “Apakah kau akan kembali ?” tanyaku sekali lagi

Rio tak menjawabnya, ia hanya mencium keningku.

Lalu ia pun berjalan kearah belakang ayunan milikku dan mengayunkan ayunanku dengan sekencang-kencangnya,
            “Aku tak akan meninggalkanmu lagi , karna aku mencintaimu bodoooh.” Ucap Rio.







                                                          THE END
Label: 0 komentar | | edit post